Kuikhlaskan, Adikku Menikah Duluan
Written on: Minggu, Maret 14, 2021
Title : Kuikhlaskan, Adikku Menikah Duluan
link : Kuikhlaskan, Adikku Menikah Duluan
Kuikhlaskan, Adikku Menikah Duluan
Hari itu saya diminta teman untuk datang ke rumahnya yang berada di luar kota. Saya menempuh perjalanan dengan naik bus sekitar 3 jam. Turun dari bus saya masih naik angdes (angkutan desa) dan menempuh perjalanan sekitar 30 menit menuju ke rumah teman saya itu.
Ilustrasi |
Sesampainya di tujuan, saya menyaksikan suasana rumah tampak lengang, tidak sibuk sebagaimana kalau sedang ada hajatan. Padahal kata teman saya, hari itu adiknya akan menikah.
Beberapa hari lalu waktu dia mengatakan itu saya juga sempat kaget. Itu artinya adiknya nglangkahi (mendahului menikah) karena teman saya belum menikah. Padahal sebagian masyarakat di daerah kami, beranggapan menikah mendahului kakak sesuatu yang tabu bahkan dilarang. Ada pula yang mempercayai, kalau dilangkahi, maka si kakak akan sulit jodoh.
Jika sampai pernikahan itu terjadi pasti akan digunjingkan oleh tetangga. Baik kakak, adik, maupun orangtua menjadi sasaran pergunjingan itu sehingga mereka merasa malu.
Ketika menyampaikan kalau adiknya akan menikah dulu, memang teman saya terlihat santai dan biasa saja. Ia tidak terlihat sedih dan merasa legawa (ikhlas) jika adiknya menikah terlebih dahulu. Tapi entah dalam hatinya seperti apa.
Ketika melihat kedatangan saya, teman saya segera mengajak masuk ke rumah. Di saat saya melewati ruang tamu dan ruang tengah ternyata di sana ada kesibukan. Beberapa orang sedang menata snack dan makanan.
Saya segera menemui kedua orangtua teman saya yang sedang berada di antara mereka. Saya menangkap wajah mereka tidak sesumringah orang yang akan menikahkan anaknya. Begitu pula ketika saya bertemu dengan sang adik yang segera saya beri ucapan selamat. Ia juga tidak menunjukkan kebahagiaan kalau akan menikah. Pun beberapa keluarga yang lain dan orang-orang yang rewang (membantu) di sana. Benar-benar suasananya beda.
Oo.....mungkin mereka menjaga perasaan teman saya. Padahal justru teman saya itu terlihat santai dan malah tertawa-tawa.
Akad nikah akan dilaksanakan setelah Isya di kantor KUA setempat. Semuanya sudah bersiap-siap dan berdandan kecuali teman saya. Ia memang memutuskan tidak ikut.
Sebelum berangkat ke KUA ada sebuah upacara seserahan. Jadi, adik teman saya dan calon suaminya pamitan dan meminta ijin serta memberikan sebuah seserahan berupa perhiasan kepada teman saya.
Tentu saja acara berlangsung sangat mengharukan. Adik teman saya menangis tersedu. Begitu pula ketika saya perhatikan, siapa pun yang hadir juga tampak menitikkan air mata. Herannya, teman saya tidak. Ia malah terlihat senyum-senyum. Syukurlah, batin saya. Padahal sebelumnya saya mengira ia tidak akan tahan untuk tidak menangis.
Ketika rombongan pergi, di rumah hanya tinggal kami berdua. Kami duduk bersebelahan di kursi sofa di ruang tamu. Teman saya menatap kepergian rombongan keluarganya melalui balik kaca. Saya bingung hendak mengatakan apa karena saya lihat wajah itu kini berubah menjadi begitu sedih.
Tiba-tiba teman saya meneteskan air matanya. Tak menunggu lama, tangis itu pun pecah bahkan meraung. Badannya terguncang-guncang karena sesenggukan. Saya jadi panik. Segera kupeluk teman saya dan berusaha menenangkan.
"Mengapa mereka tega dengan saya dan tidak mau mengerti saya...," kalimat itu terucap memelas di sela-sela tangisnya. Kedua tangannya mendekap erat badan saya sehingga saya sedikit kesulitan bernapas.
"Istighfar.... Bukankah kamu sudah mengikhlaskan?" hibur saya seraya melonggarkan pegangan tangannya.
"Iya tapi saya bingung...," ucapnya sambil berurai air mata.
"Apa yang kamu bingungkan? Apa kamu takut tidak akan mendapatkan jodoh setelah dilangkahi adikmu?" tanya saya sekenanya.
Kali ini ia menatapku dengan wajah yang memang terlihat sedih dan bingung. Juga ada marahnya.
"Entahlah..., aku bingung. Aku tidak tahu harus bagaimana," sahutnya seraya menunduk. Tangisnya mulai mereda.
Aku jadi teringat Wijaya, pacarnya yang memperlakukannya tidak jelas. Putus enggak, nyambung juga enggak. Pokoknya hubungan mereka menggantung. Padahal saya tahu, teman saya itu sangat mencintai Wijaya. Entah kenapa laki-laki itu masih ragu-ragu dan tidak segera melamarnya tapi malah akhir-akhir ini seperti membuat jarak.
Sebenarnya saya sudah menasehati dia, agar laki-laki seperti itu tidak usah dipertahankan. Hanya membuang-buang waktu. Di usia kami yang sudah layak menikah, sesuatu hubungan harus jelas. Kalau memang ada niat menikah ya segera menikah jika tidak ya segera putus.
"Kamu pasti masih memikirkan Wijaya," ucap saya seraya menatapnya.
Teman saya semakin menunduk dalam. sepertinya ia membenarkan itu.
"Untuk apa laki-laki seperti itu masih kamu pikirkan. Jelas-jelas dia tidak ada niat menikahmu. Hubungan kalian tidak tambah membaik, kan?" tanya saya menegaskan.
Lagi-lagi teman saya mengangguk.
"Kamu harus yakin, Allah SWT akan memberimu jodoh yang terbaik. Kamu kan orang baik, pasti laki-laki yang menjadi jodohmu juga baik," hibur saya sesaat kemudian.
"Masihkan aku akan dapat jodoh meski adikku melangkahiku?" tanyanya tiba-tiba.
Mendengar itu, saya tidak bisa menahan tawa meski segera saya hentikan.
"Ternyata kamu percaya mitos itu?" tanya saya diujung derai tawa.
Teman saya menggeleng. "Entahlah..."
Kembali saya tertawa. Tanpa saya duga, ia pun juga ikut-ikutan tertawa meski setengah menangis.
Setelah itu kami semalaman ngobrol tentang apa saja termasuk angan-angan tentang jodoh kami seperti apa kelak. Syukurlah, wajah itu kembali ceria. Ia benar-benar ikhlas menerima semua yang terjadi. Kamipun segera tertidur memeluk mimpi-mimpi itu hingga pagi.
Sumber: Rifulhamidah
That's the article Kuikhlaskan, Adikku Menikah Duluan
You are now reading the article Kuikhlaskan, Adikku Menikah Duluan with link address https://ilmuguruonline.blogspot.com/2021/03/kuikhlaskan-adikku-menikah-duluan.html